Hukum Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih,
dengan kata lain perjanjian merupakan perbuatan hukum untuk mendapatkan
seperangkat hak dan kewajiban dengan pihak lain beserta segala konsekuensinya.
Standar Kontrak
Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk
formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa juga disebut
sebagai perjanjian baku. Standar Kontrak memiliki ciri-ciri sbb:
- Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat
- Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi perjanjian
- Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu
- Bentuk tertentu (tertulis)
- Dipersiapkan secara massal dan kolektif
Macam-macam
Perjanjian
1. Perjanjian bernama, yaitu merupakan
perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam
perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan
lain-lain.
2. Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam
KUH Perdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian
itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai
undang-undang bagi masing-masing pihak.
Menurut Mariam
Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal
balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah
pihak. Misalnya perjanjian jual-beli.
2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian
atas beban. Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan
keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah. Sedangkan perjanjian
atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu
selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu
ada hubungannya menurut hukum.
3. Perjanjian khusus (benoend) dan
perjanjian umum (onbenoend). Perjanjian khusus adalah perjanjian yang
mempunyai nama sendiri.
4. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan
perjanjian obligatoi. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana
seorang menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan
perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri
untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan
perikatan.
5. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana di antara kedua: belah pihak
telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan
perikatan-perikatan.
6. Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.
(a) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri
dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) (b)
Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst) yaitu perjanjian dimana para
pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka. (c)
Perjanjian untung-untungan, misalnya prjanjian asuransi (d) Perjanjian publik:
yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik,
karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian
ikatan dinas.
Syarat Sahnya
Perjanjian
1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
- Unsur paksaan (dwang)
- Unsur kekeliruan (dwaling). Baik kekeliruan pada subjek hukum (orang) maupun pada objek hukum (barang).
- Unsur penipuan (bedrog)
2. Kecakapan.untuk
membuat suatu perikatan. Seseorang dikatakan tidak cakap jika meliputi:
- Orang –orang yang belum dewasa
- Mereka yang ditaruh dibawah pengampua
- Mereka yang telah dinyatakan pailit
- Orang yang hilang ingatan
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal (causa yang halal)
Saat Lahirnya
Perjanjian
Menurut teori
penerimaan (Ontvangtheorie) lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya
jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka.
Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat
itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian, lahir karena
suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat
sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh
undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu
keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan
negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang
baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian
untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Penyebab Pembatalan Perjanjian
- Pekerja meninggal dunia
- Jangka waktu perjanjian kerja berakhir
Penyebab Pembatalan Perjanjian
- Pekerja meninggal dunia
- Jangka waktu perjanjian kerja berakhir
- Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Sumber :
http:// wartawarga.gunadarma.id/2011/04/pengertian-perjanjian-macamnyajenis-jenisnya-syarat-sahnya-dan-sebab-membatalkan-perjanjian/
http:// wartawarga.gunadarma.id/2011/04/pengertian-perjanjian-macamnyajenis-jenisnya-syarat-sahnya-dan-sebab-membatalkan-perjanjian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar